Maka berkatalah Ia kepada mereka: “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” (24) Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.
Lukas 4:23-24
Ada banyak hal yang kita dipelajari dari perkataan Tuhan Yesus ini. Hal pertama yang kita pelajari disini adalah masalah asumsi manusia. Manusia sangat suka berasumsi, yaitu beranggapan atau memberikan suatu pernyataan yang hanya sekedar merupakan suatu keyakinannya tanpa ada dukungan pembenarannya.
Asumsi dimulai dengan anggapan dasar bahwa diri kita adalah penentu kebenaran. Kitalah sang kebenaran itu, sehingga tanpa perlu bukti eksternal apapun yang saya katakan itu bisa dianggap sebagai suatu kebenaran. Ketika seseorang berasumsi, apa yang dia katakan selalu dianggap sebagai suatu yang benar dan ia tidak suka kalau ada yang menyanggahnya. Memang terkadang asumsi bisa benar, tetapi kebanyakan, seperti juga di ayat ini, asumsi manusia salah.
Manusia berasumsi menggunakan pendekatan pemikirannya, entah itu analisa logikanya (aspek rasional) atau juga tendensi keinginannya (aspek emosional), tetapi sebenarnya kedua-duanya tidak bisa disandari. Seperti di atas, terkadang asumsi benar, tetapi manusia berdosa akan semakin berasumsi salah ketika itu berkenaan dengan hal rohani. Bagaimana dengan kita?
-ss-